Senin, 01 Oktober 2012

Membangun Sukses Dari Hal Yang Kita Sukai





Alkisah ada seorang anak muda yang sangat menyukai boneka hingga ia belajar bagaimana menjadi ahli pembuat boneka. Sayangnya, anak muda ini sangat kikuk, dan guru serta murid-murid lainnya selalu berkata bahwa dia tidak punya kemampuan untuk membuat boneka, dan bahwa dia tidak akan pernah berhasil.
Meski demikian, anak muda ini tetap bisa menikmati sehingga ia tak henti-hentinya melatih diri agar berkembang. Walau sudah bekerja keras, mereka akan selalu menemukan kesalahan pada boneka-boneka buatan anak muda ini, dan akhirnya mereka pun mengeluarkan si anak muda dari pelatihan itu.
Tapi anak muda itu tidak menyerah begitu saja. Ia memutuskan sejak saat itu akan menghabiskan seluruh waktunya membuat satu jenis boneka. Dan setiap kali menemukan kekurangan pada bonekanya, ia akan membuangnya dan memulai lagi dari awal. Tahun demi tahun pun berlalu, dan dengan setiap percobaan baru, bonekanya menjadi sedikit lebih baik. Kini, bonekanya jauh lebih baik dari hasil karya teman-temannya. Meski begitu, si anak muda ini tetap melakukan perbaikan, mencari “kesempurnaan”. Hidup seperti itu membuat anak muda ini kurang mampu mampu mencari nafkah, dan banyak orang menertawakan kondisinya yang miskin.
Ketika usianya sudah semakin tua, karya bonekanya sangatlah indah. Begitu bagusnya hingga suatu hari setelah berpuluh-puluh tahun bekerja, ia menyelesaikan satu boneka, dan berkata, “Saya tidak melihat ada yang kurang. Kali ini hasilnya sempurna.” Dan, untuk pertama kalinya dari sekian tahun lamanya, alih-alih membuang boneka ini, ia malah menaruhnya di atas rak. Ia benar-benar merasa puas dan bahagia.
Dan sisa ceritanya menjadi sejarah.
Boneka yang sempurna itu menjadi hidup, mengalami ribuan petualangan, dan memberikan pria tua yang bernama Geppetto itu kebahagiaan yang jauh lebih besar daripada yang didapat pembuat boneka lainnya yang terkenal dari hasil-hasil karyanya.

Pentingnya "sekoci" pada kapal "titanic"

Seorang Chief Operating Officer sebuah perusahaan ternama dunia hari itu datang kekantornya yang megah tepat jam 7 pagi. Sang pemilik perusahaan memasuki ruang kerjanya tak lama kemudian. Setelah berbasa-basi sedikit, beliau berujar;”My friend,” katanya. “Aku bangga dengan hasil kerjamu selama ini,” lanjutnya. Sang COO tentu saja bahagia mendengar pujian bossnya itu. “Namun,” lanjut si boss. Kali ini, hati COO itu mulai dihinggapi tanda tanya besar. “Para stakeholders kita menginginkan untuk menggantikanmu dengan seseorang yang lebih baik…..” Saat itu juga, pagi yang cerah seakan-akan berubah menjadi gelap gulita sambil sesekali dikilati cahaya dari bunyi petir dan gelegar halilintar yang membuat jiwa bergetar. Sang COO hanya bisa terpana. Seolah tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Seandainya, berita itu tidak ditujukan kepada COO yang sedang kita bicarakan itu. Melainkan kepada anda. What are you going to do?
Boleh jadi anda mengira bahwa percakapan diatas itu sekedar rekaan belaka. Tapi, jika anda mengikuti perkembangan dunia bisnis internasional akhir-akhir ini; anda akan menemukan bahwa pembicaraan semacam itu sungguh-sungguh terjadi didunia nyata. ‘Korbannya’? Banyak. Mulai dari orang nomor satu di bank terkemuka. Pemimpin perusahaan farmasi tercanggih. Hingga raksasa minuman berbahan dasar kopi yang aroma ketenarannya sampai kesini. Bahasa politik boleh mengatakannya dengan halus, semisal; pensiun dini atau golden shake hand. Tetapi, dalam bahasa kita; itu tidak beda dengan tiga huruf mengerikan bernama P. Dan H. Dan K. Sounds familiar, right? Yes, that PHK.
Anda tentu masih ingat kisah tragis legendaris yang menimpa kapal pesiar Titanic yang tenggelam pada tanggal 14 April 1912. Peristiwa itu diperkirakan menelan 1,500 korban jiwa. Para ahli mempercayai bahwa faktor utama yang menyebabkan banyaknya jumlah korban jiwa bukanlah semata-mata tenggelamnya kapal tersebut, melainkan; kurangnya jumlah sekoci yang ada dikapal itu dibandingkan dengan jumlah penumpang yang ada. Mereka begitu yakin bahwa Titanic tidak bisa tenggelam. Jadi, mengapa harus menyediakan sekoci? Konon, ketika perisiwa itu terjadi; sesungguhnya masih banyak waktu untuk melakukan penyelamatan. Namun, karena jumlah sekoci penyelamat hanya sedikit, hanya sebagian kecil saja yang bisa diselamatkan.
Dalam kehidupan kerja pun kita sering berpikir seperti itu. Kita begitu yakin bahwa kapal yang kita gunakan untuk mengarungi samudera dunia kerja ini tidak akan tenggelam. Sehingga kita tidak merasa penting untuk memiliki sekoci. Tetapi, berapa banyak sudah perusahaan yang gulung tikar dan kemudian tenggelam seperti halnya Titanic? Jika kita boleh berkata tanpa sensor, sesungguhnya dunia kerja kita lebih beresiko daripada Titanic. Apa yang terjadi pada Titanic adalah musibah bagi semua penumpang. Semua orang menghadapi masalah yang sama. Sebab; orang baik tidak ditendang keluar dari kapal. Tetapi, dalam sebuah perusahaan; sudah sering terjadi seorang karyawan ditendang keluar dari bahtera perusahaan semudah itu. Seperti peristiwa yang menimpa sang COO diatas itu.
Jika itu bisa terjadi kepada pimpinan puncak sebuah perusahaan; maka tidak heran jika bisa dengan sangat gampangnya menimpa karyawan- karyawan dilevel lainnya. Ya. Tentu saja. Anda sudah tahu itu. Bahkan mungkin sudah banyak teman anda yang terkena PHK juga. Sayangnya, saat ini pun kita masih begitu yakinnya untuk mengatakan bahwa kita tidak akan mengalami nasib seperti itu. Sungguh, tidak ada yang menjaminnya. Sebab, bagaimanapun juga itu bisa menimpa siapa saja. Karyawan yang jelek. Karyawan yang bagus. Karyawan dilevel manapun juga. Direktur? Sudah banyak direktur yang terkena PHK juga, bukan?
Seseorang mungkin menganggap anda terlampau pesimis dalam memandang masa depan pekerjaan. Ada bedanya antara sikap pesimis dengan sikap antisipatif. Seseorang yang pesimis, memandang dari sisi negatif, dan dia tidak melakukan apa-apa untuk mempersiapkan dirinya, kecuali memelihara perasaan was-was. Sedangkan, orang yang antisipatif, memandang sebuah resiko secara rasional dan proporsional. Lalu dia mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi sulit jika terjadi sewaktu-waktu.
PHK adalah resiko kita sehari-hari. Kita tidak perlu terlampau percaya diri dengan mengatakan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi pada kita. Atau sebaliknya terlalu takut jika mengalaminya. Sebab, selama kita ‘mempersiapkan diri kita untuk menghadapi kemungkinan itu,’ maka yakinlah bahwa masa depan kita akan baik-baik saja. Paling tidak, kita tidak terlampau syok, jika itu benar-benar terjadi. Dan yang lebih penting dari itu adalah; memulai mempersiapkan ‘sekoci’ itu dari saat ini. Sekoci yang selalu siap digunakan jika sewaktu-waktu kita membutuhkannya.
Begitu beragamnya reaksi orang ketika terjadi PHK. Ada yang panik. Ada yang biasa-biasa saja. Ada pula yang senang alang kepalang. Ada orang yang mendapatkan ‘golden shake hand’ tetapi hatinya miris dan menghadapi dunia didepannya dengan tatapan pesimis. Ada yang mendapatkan uang pesangon sekedar sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam undang-undang; namun, memandang masa depannya dengan antusias dan optimis. Mengapa sikap mereka bisa beda begitu ya? Ternyata, orang-orang yang sudah ‘mempersiapkan’ dirinya untuk situasi sulit seperti itu lebih bisa menghadapi kenyataan itu. Mereka melihat sisi terangnya. Dan mereka menemukan bahwa; itu bukanlah akhir dari segala-galanya.


Cerita Motivasi dari www.emotivasi.com

Minggu, 30 September 2012

TIPS SUKSES UNTUK KAUM MUDA ALA BOB SADINO

Pengusaha sukses bidang pertanian Bob Sadino mengajak generasi muda untuk tidak takut mencoba sesuatu hal yang baru. “Ingin sukses, jangan takut mencoba,” kata Bob di hadapan puluhan peserta acara Launching Program CSR “Go Entrepreneur” oleh Perum Pegadaian.
Menurut Bob, kunci sukses adalah tidak mudah menyerah dan jangan takut untuk gagal. “Dengan kegagalan, kita bisa belajar bagaimana ke depan lebih baik lagi. Jadi, jangan pernah takut untuk gagal,” kata entrepreneur sukses asli Indonesia ini.
Di hadapan ratusan pengunjung Mall Botani Square, Bob yang tampil dengan gaya khas baju kemeja putih kotak-kotak dipadu celana jins pendek menyampaikan beberapa pengalamannya tentang memulai sebuah usaha tanpa harus menggunakan modal besar. “Yang penting ada kemauan dan berani menerima kegagalan. Semua usaha jenis apa pun akan tetap jalan. Usaha yang paling bertahan lama ada agropreneur,” kata Bob.
Ia berpendapat selama langit masih membentang, selama itu pula usaha perkebunan akan terus berjalan. Namun, lanjut Bob, tinggal sumber daya manusia (SDM) yang mengelolanya.
“Sumber daya alam terbentang luas. kita bersyukur Indonesia alamnya subur dan kaya, tapi SDM Indonesia yang kurang mampu memanfaatkannya,” kata bapak dua orang putri ini.
Bob mengatakan, peluang bisnis pertanian cukup besar, tidak hanya pasar internasional saja, tetapi pasar dalam negeri Indonesia juga sangat menjanjikan untuk perkembangan bisnis pertanian tersebut. Bob mengatakan, semakin banyaknya minat generasi muda untuk berwirausaha dapat meningkatkan jumlah usahawan Indonesia yang saat ini hanya 1,8 persen dari total penduduk Indonesia.
Acara bincang-bincang selama satu jam lebih tersebut berlangsung cukup menarik. Sejumlah mahasiswa yang hadir dalam acara launching program CSR “Go Entrepreneur” oleh Perum Pegadaian sangat antusias bertanya kepada Bob. Dipandu oleh MC Shanaz Haque, suasana acara kian bermakna. Hal itu semakin semarak dengan jawaban nyeleneh Bob yang membuat gelak tawa peserta.
Bob merupakan tokoh entrepreneurship Indonesia yang mampu meretas batas kewajaran bahwa bisnis harus dijalankan dengan kegigihan dan kerja keras. Menurut Bob, usaha dijalankan dengan kesenangan bukan karena keterpaksaan. Tidak harus cerdas dan bekerja keras untuk menjadi pengusaha sukses. Menurutnya, seorang pengusaha harus bisa melihat peluang dan berani mengambil risiko.
Semua telah dibuktikan oleh Bob, entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket) ini pernah menjadi sopir taksi dan karyawan Unilever yang kemudian menjadi pengusaha sukses.

sumber: kompas.com

WORKSHOP PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI SMK

Jakarta, - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh membuka Workshop Pendidikan Kewirausahaan di SMK,...
Gedung A lt.3 Depdiknas, Jakarta, Senin (30/11/2009) sore.

Dalam sambutannya, Mendiknas mengatakan, “syarat untuk menjadi seorang entrepreneur haruslah tahan banting menghadapi berbagai macam persoalan. Agar bisa tahan banting maka seseorang harus dapat memenej diri dengan potensi kemampuan psikologis yang dimilikinya. "Kalau syarat ini saja tidak dipenuhi tidak akan bisa jadi
entrepreneur, syarat yang paling pokok tahan banting. Kalau belum dibanting saja sudah pecah tidak usah jadi entrepreneur, " katanya.

Hadir pada acara Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Mandikdasmen) Depdiknas Suyanto, Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Dir.PSMK) Joko Sutrisno, pengusaha Bob Sadino, pakar marketing Hermawan Kartajaya, dan 159 Kepala SMK se Indonesia.

"seorang entrepreneur harus memiliki pola pikir yang terbuka. Orang itu harus mampu melihat di luar dari dirinya. Kemampuan lain yang harus dimiliki, kata Mendiknas, adalah berpikir secara fleksibel. "Fleksibel itu
bukan berarti lepas dari jalur. Tidak akan keluar dari jalur, tetap di jalur," katanya.

Untuk lebih sempurna lagi, lanjut Mendiknas, seorang entrepreneur harus dibekali dengan kemampuan teknis. Dia mencontohkan, jika seseorang ingin mengembangkan wirausaha di bidang elektronika maka minimal dia paham tentang prinsip-prinsip elektronika. Jika seseorang ingin mengembangkan wirausaha di bidang agro maka dia pun juga
harus mengetahui prinsip-prinsip agro. "Intinya ada minimum teknical skill yang terkait dengan lingkup yang mau dikembangkan kewirausahaannya itu," katanya.

Mendiknas menambahkan, seorang entrepreneur bukan untuk memenuhi dirinya sendirinya semata.  Wirausaha, kata Mendiknas, pasti ada interaksi dengan masyarakat luar dan ada interaksi dengan dunia disiplin yang berbeda. "Tidak ada ceritanya seorang itu dikatakan wirausahawan entrepreneur kelas dunia, tapi dia membuat sendiri, dipakai-pakai sendiri. Itu bukan tipe wirausaha," ujarnya.

Mendiknas mengemukakan, kebijakan pendidikan baik yang tertuang di dalam program 100 hari kerja Depdiknas maupun Rencana Strategis (Renstra) lima tahun ke depan memberikan ruang untuk pendidikan yang mampu mendorong kewirausahaan. "Itu adalah sesuatu hasil introspeksi dan refleksi dari sekian panjang perjalanan dunia pendidikan kita. Ternyata ada slot yang belum tergarap, sehingga sayang slot itu
(kewirausahaan) kalau tidak digarap dengan baik," katanya.

Dirjen Mandikdasmen Depdiknas Suyanto melaporkan, pada workshop yang akan diselenggarakan selama tiga hari ini membahas berbagai penajaman program implementasi kewirausahaan di SMK agar seperti yang diprogramkan oleh Presiden yaitu tercapai kesinambungan relevansi antara pendidikan dengan dunia kerja. "Workshop kewirausahaan ini bertujuan untuk mendiseminasikan berbagai peraturan baru yang berkaitan dengan program kewirausahaan SMK dan
menggalang kemitraan dengan industri dan juga berbagai informasi antara kepala SMK tentang pengembangan kewirausahaan, " katanya.

Pakar marketing Hermawan Kartajaya memandang tepat jika kewirausahaan itu dikembangkan di SMK. Lulusan SMK, kata dia, setelah lulus maka dia bisa langsung bekerja dan jadi entrepreneur atau dapat juga melanjutkan ke jenjang sarjana (S1). "SMK itu harusnya lebih advanced," katanya.

Selain kewirausahaan, lanjut Hermawan, siswa SMK juga perlu dibekali dengan kemampuan marketing. "Entrepreneurship itu semangatnya, marketing itu strateginya, " katanya. -Sidiknas-
Sumber : diknas.go.id